Jumat, 09 Desember 2011

Statistik

Masih Kosong Kiriman tulisan tugas-tugas dan makalah bisa dikirm ke "paipgmiuninus2009@yahoo.co.id Selengkapnya...

Bimbingan & Konseling

Masih Kosong Kiriman tulisan tugas-tugas dan makalah bisa dikirm ke "paipgmiuninus2009@yahoo.co.id Selengkapnya...

Pengembangan Kurikulum

Masih Kosong Kiriman tulisan tugas-tugas dan makalah bisa dikirm ke "paipgmiuninus2009@yahoo.co.id Selengkapnya...

Perencanaan Pengajaran 2

Masih Kosong Kiriman tulisan tugas-tugas dan makalah bisa dikirm ke "paipgmiuninus2009@yahoo.co.id Selengkapnya...

Metodologi Penelitian 2

Masih Kosong Kiriman tulisan tugas-tugas dan makalah bisa dikirm ke "paipgmiuninus2009@yahoo.co.id Selengkapnya...

Metodik Khusus PAI

Masih Kosong Kiriman tulisan tugas-tugas dan makalah bisa dikirm ke "paipgmiuninus2009@yahoo.co.id Selengkapnya...

Sejarah Pendidikan Islam

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW

A. Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang yang penting dan patut disoroti dalam pembahasa sejarah Islam. Sebab keberhasilan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Sebelum mengurai pembahasan mengenai sejarah pendidikan Islam alangkah lebih baiknya jika dalam pembahasan makalah ini diuraikan pengertian mengenai pendidikan Islam.
Pendidikan Islam secara bahasa terbagi menjadi dua kata yakni pendidikan dan Islam. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Sedangkan dalam pandangan Islam pendidikan pendidikan disebut sebagai tarbiyah (تربية) kata ini berasal dari kata ربّ yang artinya tuan, raja, yang dipatuhi, dan perbaikan sedangkan kata tarbiyah itu sendiri mengambil pengertian yang keempat yakni perbaikan. Sedangkan secara istilah pendidikan adalah membina atau menciptakan insan muslim yang berakhlak baik dan sempurna dari segala aspek yang berbeda-beda, baik dari aspek kesehatan, akal, akidah, ruh keyakinan dan manajemen. Kemudian pengertian kata Islam secara bahasa adalah Aslama yang artinya menyerah, berserah diri, tunduk, patuh, dan masuk Islam. dengan demikian Islam dengan makna tersebut berarti agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar menawar.
Dari pengertian kedua bahasa tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu upaya pembinaan insan manusia yang memiliki akhlak yang baik dan sempurna dari beragam aspek dalam tujuannya untuk tunduk taat dan patuh kepada Allah SWT.
Adapun sumber pembelajaran dalam pendidikan Islam adalah berdasarkan kepada Al Quran dan Al Hadits. Islam tidak menutup rapat pintu dari dunia luar sebab segala sesuatu yang nampak dan terjadi jauh sebelumnya sudah digambarkan oleh Al Quran.


B. Periode Pendidikan Islam ( Masa Rasulullah SAW )
Muhammad SAW adalah Rasul yang diutus oleh Allah SWT sebagai penutup para Nabi. Tidak seperti para Nabi dan Rasul sebelumnya yang hanya diutus untuk satu kaum saja namun Muhammad SAW diutus untuk seluruh alam. Dalam sejarah perjalanan dakwah beliau secara garis besar terjadi dalam dua periode yakni Mekkah dan Madinah. Oleh karenanya penelitian dan pengkajian sejarah Islam atau lainnya ini sering kali digolongkan menjadi dua phase atau periode yakni pada saat Rasulullah di Mekkah dan periode pada saat di Madinah. Termasuk pada pengkajian sejarah pendidikan Islam dapat dikategorikan kedalam kedua periode tersebut.
Berikut pembahasan Sejarah Pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW :

1) Periode Mekkah
Pada periode ini pendidikan lebih dititik beratkan pada aspek pembinaan akhlak moral dan tauhid. Sebelum datangnya Islam bangsa Arab adalah bangsa yang dipenuhi dengan kebodohan atau lebih dikenal saat itu sebagai zaman kejahiliyahan. Inilah tugas pertama dan utama yakni untuk merubah akhlak dan moral masyarakat.
Nabi Muhammad untuk pertama kalinya menerima wahyu pada tahun 610 M ketika berada di Gua Hira. Ayat yang pertama ia terima adalah surat Al Alaq ayat 1-5 :

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dalam ayat tersebut terdapat perintah kepada Muhammad untuk membaca. Dalam ayat itu pula terkandung pengertian bahwa ayat yang pertama kali Allah turunkan kepada Muhammad mengandung makna pendidikan. Inilah yang menjadikan bukti bahwa Islam sangat memperhatikan pendidikan. Pada saat itu Nabi Muhammad adalah nabi yang Ummi yakni Nabi yang tidak bisa membaca dan menulis. Namun dalam perjalanan kenabiannya Rasul mendapat bimbingan Allah SWT secara langsung, hingga pada akhirnya beliau menjadi sosok yang tidak tertandingi baik wawasan, ilmu, maupun pengetahuannya.
Setelah turunnya surat Al ‘Alaq kemudian disusul dengan ayat yang berikutnya yang menyeru kepada beliau untuk menyeru ajaran Islam kepada Manusia.

1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. Dan Tuhanmu agungkanlah!
4. Dan pakaianmu bersihkanlah,
5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

Melalui ayat-ayat diatas tergambar bahwa Nabi Muhammad SAW telah diberikan tugas untuk mendidik manusia melalui risalah Allah SWT yang diberikan kepadanya. Dalam perjalanannya proses pendidikan di kota Mekkah masih dirasa sulit sebab kedatangan Islam sendiri masih mendapat pertentangan dari kaum Quraisy pada saat itu. Metode dakwah yang dilakukan pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan penyebaran Islam pada saat itu terjadi dimulai pada kerabat dan orang-orang yang dekat dengan Rasulullah SAW. Tercatat di dalam sejarah ketika Ummat Islam telah dirasa cukup banyak Rasulullah mulai mengadakan pendidikan dan pengajaran berlandaskan Islam. Untuk pertama kalinya kegiatan tersebut diadakan di salah satu rumah sahabat Nabi yakni Al Arqam bin Abil Arqam. Tempat tersebut dijadikan sebagai tempat pertemuan para sahabat dan kaum muslimin. Kemudian Rasulullah SAW banyak memberikan pendidikan Islam mengenai dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran Islam yakni dengan cara membacakan ayat Suci Al Quran. Selain itu tempat ini pun dijadikan sebagai tempat penerimaan tamu bagi oleh Rasulullah SAW bagi orang yang hendak masuk Islam atau bagi orang yang ingin mengetahui Islam secara lebih jauh.
Setelah turunya kedua ayat diatas maka turun ayat yang berikutnya.

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Q.S Al Hijr : 94)

Pada ayat ini Rasulullah SAW diperintahkan untuk menyeru manusia untuk masuk ke dalam Islam secara terang-terangan. Hal ini berdampak semakin kuatnya pertentangan kaum Quraisy terhadap Islam. Namun demikian Rasulullah SAW tetap beristiqamah dalam mengajak manusia ke jalan Allah SWT. Tanpa rasa gentar dan takut Rasulullah tetap menyampaikan risalah Allah SWT.
Dapat diketahui bahwa materi Pendidikan pada periode Mekkah ini lebih menekankan pada aspek sebagai berikut :
a. Tauhid atau Keagamaan
b. Moral dan Akhlak
c. Pendidikan Ilmiyah
d. Pendidikan jasmani dan kesehatan
Pada saat itu risalah Nabi Muhammad hadir ditengah-tengah bangsa yang memiliki akhlak, moral dan tauhid yang jauh menyimpang dari kebenaran. Atau dengan kata lain pendidikan yang diberikan oleh Rasulullah SAW di Mekkah ini adalah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan manusia untuk senantiasa mempergunakan akal dan pikirannya melalui berbagai pengamatan seluruh penciptaan alam semesta.
Adapun Kurikulum yang digunakan pada saat itu ialah mengacu kepada Al Quran yang digunakan sebagai bahan pertama dan utama dalam menggali semua hal tentang pendidikan dan pengajaran. Telah disebutkan pula bahwa pendidikan Rasulullah pada saat itu mendorong manusia untuk senantiasa mempergunakan akal dan pikirannya. Maka hal ini pula yang menandakan kajian ilmiah telah diterapkan pada masa Rasulullah SAW.
Al Quran sebagai mukjizat Rasulullah SAW memberikan peranan yang besar dalam perbendaharaan pendidikan Islam. Sebelumnya Bangsa arab adalah bangsa yang dikenal memiliki unsur budaya sastra bahasa yang cukup tinggi dan dengan adanya Al Quran kaidah dan kajian kebahasaan pun semakin lengkap sebab akan sangat terasa berbeda antara bahasa arab biasa dengan bahasa Al Quran yang sering kita baca yang memiliki ketinggian bahasa yang tidak akan ada satu bahasa manapun yang akan menandinginya.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa peran pendidikan yang terjadi di Kota Mekkah adalah untuk menumbuhkan sebuah sistem yang baru. Yakni sebuah sistem kehidupan yang berlandaskan Syariah Islam, pembentukan nilai-nilai kebudayaan yang baru menggantikan nilai kebudayaan sebelumnya yang dianggap jauh menyimpang dari jalan kebenaran. Pendidikan dan pengajaran yang terjadi di Kota Mekkah pada saat itu terjadi selama 13 tahun dari total fase Dakwah beliau selama 23 tahun. Setelah 13 tahun terlewati akhirnya beliau beserta para pengikutnya berhijarah dari Mekkah menuju Yastrib atau yang lebih dikenal sebagai kota Madinah. Hal tersebut dilakukan atas perintah Allah SWT guna menghindari tekanan yang semakin menjadi yang datang dari orang kafir Quraisy. Inilah langkah beliau yang dapat diamati dalam mengembangkan dan menyebar luaskan pendidikan Islam keseluruh Jazirah Arab.

2) Periode Madinah
Pada periode ini materi pendidikan yang diberikan oleh Rasulullah SAW berbeda dengan materi yang diberikan oleh Rasulullah SAW pada saat berada di Mekkah. Materi yang diberikan lebih condong kepada pembinaan sebuah sistem politik. Sebelumnya ayat-ayat Al Quran yang turun di Mekkah banyak mengandung atau isi mengenai ketauhidan sedangkan di Madinah ayat-ayat suci Al Quran banyak berisikan mengenai kehidupan masyarakat. Inipun berpengaruh terhadap kedudukan beliau dimana sebelumnya dia adalah seorang pemimpin agama kini beliau dikenal sebagai kepala negara.
Kondisi masyarakat Madinah jauh berbeda dengan Mekkah. Mereka jauh lebih terbuka untuk menerima Islam. Islam dengan mudahnya berkembang di Kota tersebut. Maka Islam pada saat itu tidak hanya tumbuh sebagai sebuah sistem keagamaan yang kuat namun ia juga tumbuh sebagai kekuatan politik yang kuat.
Pola pendidikan yang diberikan oleh Rasulullah selama berada di Madinah adalah sebagai berikut :
1. Muhammad mengikis habis permusuhan diantara bangsa Arab. Terbukti dengan adanya penerimaan yang baik dari kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin sehingga akhirnya terbentuk sebuah sistem ukhuwah yang sangat kuat.
2. Rasulullah mengajarkan kepada kaum Muhajirin untuk bekerja memenuhi kebutuhan mereka sebagaimana mereka bekerja di Mekkah. Dalam sejarah diketahui bahwasannya kaum Anshar teramat sangat baik terhadap kaum Muhajirin bahkan sampai-sampai mereka rela untuk berbagi dengan kaum Muhajirin
3. Untuk menjalin kerja sama yang bersifat tolong dan menjunjung keadilan. Maka disyariatkan zakat dan puasa hal ini mendorong kaum muslimim untuk menumbuhkan sikap empati beserta tanggung jawab baik secara materiil maupun moral.
4. Pada periode ini pula pengembangan dan pendidikan melalui penyampain wahyu dilakukan yakni melalui adanya syariat yang mewajibkan ummat Islam melaksanakan shalat Jumat dimana didalamnnya tidak hanya shalat berjamaah saja namun juga terdapat khutbah yang secara tidak langsung dapat menjadi media pengajaran bagi ummat Islam.
5. Ummat Islam pada saat itu seoalah mendapatkan pendidikan mengenai rasa kebanggaan dari sebuah identitas yakni disyariatkannya Ka’bah sebagai kiblat bagi kaum muslim.

Melalui pendidikan Rasulullah sistem kemasyarakatan yang aman dan tentram dapat diwujudkan. Terbukti dengan adanya perjanjian antara kaum muslim dengan non muslim yang ada di Madinah pada saat itu. Dimana perjanjian tersebut berisikan mengenai prinsip tolong menolong, bersama-sama ikut mempertahankan kedaulatan negara dan setiap penduduk Madinah pada saat itu bebas untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Semua aturan-aturan tersebut tertuang di dalam piagam Madinah. Piagam inilah yang kemudian menjadi dasar pendidikan ummat Islam dalam bidang politik dan kewarganegaraan. Selanjutnya isi dari piagam Madinah tersebut diperinci kembali dengan ayat-ayat Al Quran yang turun di Madinah. Nilai pokok dari piagam tersebut tidak hanya berlaku bagi penduduk Madinah namun ia bersifat universal dan berlaku bagi segenap masyarakat yang berada diluar Madinah pada saat itu.
Pada periode ini pendidikan terhadap anak sangat diperhatikan sebagaimana yang difirmankan dalam ayat Allah yang diantaranya sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S At Tahriim : 6)
Dalam ayat tersebut termuat sebuah perintah bagi kaum muslim untuk menjaga anak keturunannya dari azab neraka. Melalui ayat ini pula tergambar bahwasannya islam sangat memperhatikan pendidikan bagi seorang anak. Sebab ia adalah sebagai pewaris dan penerus perjuangan Islam di masa yang akan datang.
Peran orang tua dalam membimbing seoarang anak pun telah digambarkan oleh Rasulullah SAW melalui firman Allah SWT dalam surat Lukman ayat 13-19 dimana di dalamnya terdapat pokok-pokok sebagai berikut :
• Pendidikan Tauhid
• Pendidikan Shalat
• Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
• Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
• Pendidikan kepribadian
• Pendidikan kesehatan
• Pendidikan akhlak

C. Perbedaan Pokok Antara (Pendidikan Periode Mekah dengan Periode Madinah)

1. Periode Mekah
Pada periode ini nilai-nilai pendidikan Islam yang diajarkan adalah mencakup materi tauhid, akhlak dan moral. Dengan tujuan agar nilai-nilai ketauhidan masyarakat tersebut agar semakin tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

2. Periode Medinah
Pada periode ini nilai-nilai Pendidikan Islam yang diajarkan adalah mengenai pembinaan aspek politik dan nilai-nilai kemasyarakatan. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai kelanjutan pendidikan sebelumnya yang diajarkan di Mekkah yakni tauhid, akhlak dan moral. Melalui adanya penggabungan kedua aspek tersebut pendidikan Islam pun semakin kokoh dan terintregasi.

D. Kurikulum Pendidikan Islam (Pada Masa Rasulullah SAW)
Sulit untuk didefinisikan bagaimana kurikulum yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengajar. Sebab sekolah atau tempat pembelajaran beliau amatlah luas dan tidak dibatasi oleh adanya dinding kelas. Namun demikian tetap prinsip-prinsip kurikulum telah ada pada saat itu. Terbukti dengan adanya sumber pembelajaran yakni Al Quran maka hal tersebut sudah mencukupi kriteria sebuah kurikulum. Begitu pula dengan materi tentang akhlak, moral dan tauhid yang telah dipaparkan sebelumnya hal tersebut menjadi sebuah gambaran bahwasannya pendidikan Islam yang terjadi pada masa Rasulullah SAW ini telah tersusun sedemikian rupa dalam sebuah sistem perencanaan.
Adanya metode memberikan indikasi adanya sebuah kurikulum. Forum diskusi adanya tanya jawab yang terjadi di ruman Arqam bin Abil Arqam kemudian. Kemudian metode ceramah sebagaimana yang telah dilakukan dalam pelaksanaan shalat Jumat menjadi indikasi tambahan bahwa nilai atau prinsip Kurikulum sudah ada sejak dulu.

E. Lembaga Pendidikan Islam
Sarana dan prasasran pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW jauh berbeda dengan masa sekarang. Sarana pendidikan yang lazim adalah sekolah. Di zaman Rasulullah sekolah secara formalitas belum didirikan penyelenggaraan pendidikan dapat berlangsung dimana saja. Namun ada beberapa tempat khusus yang menjadi tempat pendidikan yang diselenggarakan oleh Rasulullah SAW berikut diantaranya :


a) Darul Arqam
Darul Arqam adalah sebuah rumah yang menjadi salah satu pusat dakwah yang tersembunyi. Nama Darul Arqam sendiri diambil berdasarkan pemilik rumah tersebut yakni Al Arqam bin Abil Arqam salah seorang sahabat nabi. Tempat ini sering dijadikan sebagai tempat pertemuan, pengkajian, dan menjadi sarana untuk berkomunikasi antara kaum muslim yang pada saat itu kaum muslim belum bisa bergerak dengan bebas karena dibawah tekanan kaum kafir Quraisy. Pada tahun 171 H Darul Arqam yang terletak kurang lebih 36 m di luar timur bukit Sofa, dibangun sebuah masjid oleh Khaizuran, ibu Harun Ar-Rasyid. Kemudian pada tahun 1375 H tempat tersebut dibongkar untuk perluasan Haram. Sekarang Darul Arqam sudah disatukan menjadi tempat Sa’i dan untuk mengenang sejarah ini didirikan sebuah pintu yang diberi nama dengan pintu Darul Arqam.

b) Maktab
Kata maktab berasal dari kata كتب yang artinya menulis sedangkan kata maktab (مكتب) sendiri adalah sebagai isim makan atau tempat yang memiliki arti tempat menulis. Sedangkan secara istilah maktab adalah tempat yang digunakan untuk proses pembelajaran. Maktab sendiri dalam perkembangannya telah ada sebelum datangnya Islam namun pada saat itu materi yang dibahasa adalah mengenai tata cara baca dan tulis khususnya mengenai syair-syair bahasa Arab. Setelah datangnya Islam maka Maktab tersebut tidak hanya mengajarkan baca dan tulis akan tetapi disana pula diajarkan mengenai ilmu Al Quran.
Istilah maktab atau kuttab juga berserak dalam beragam literatur Islam. Hal ini menunjukkan maktab telah ada sejak abad pertama Islam. Siswa yang belajar di lembaga ini berasal dari kalangan merdeka dan budak. Sebuah riwayat menegaskan keberadaan lembaga tersebut. Riwayat itu terkait dengan Ummu Sulayman, ibunda ahli hadis Annas bin Malik, yang meninggal pada 93 Hijriyah, yang pernah meminta pengajar di maktab mengirimkan beberapa siswa lelaki untuk membantunya membuat wol. Pada masa berikutnya, maktab ini menyebar ke seluruh dunia Islam

c) Masjid
Masjid secara bahasa artinya tempat sujud atau beribadah walaupun sebenarnya penggunaan kata masjid ini salah (seharusnya ditulis masjad yang menunjukkan isim makan). Pada saat perkembangan pendidikan Islam masjid tidak hanya dikenal sebagai tempat ibadah semata namun ia berfungsi sebagai tempat aktivitas pendidikan. Bahkan ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah dasar pertama kali yang dibuat oleh beliau adalah masjid. Yakni sebuah bangunan yang dapat mempertemukan dan mempersatukan kaum muslim.
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2008)
http://ummgl.blogdetik.com/2010/05/06/pengertian-islam-menurut-bahasa/, diunduh Senin 10 Oktober 2011 Jam 05.40
http://www.rasoulallah.net/v2/document.aspx?lang=indo&doc=9865, diunduh Senin 10 Oktober 2011, jam 05.30 WIB
http://hasansagaf.wordpress.com/2010/06/20/darul-arqam/, diunduh Selasa 10 Oktober 2011, jam 02.54 WIB
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/05/25/maktab-dalam-peradaban-islam/, diunduh Selasa 10 Oktober 2011, jam 05.52 WIB
Selengkapnya...

Ilmu Jiwa Belajar

TEORI-TEORI BELAJAR PERILAKU

Teori-teori belajar yang berkembang secara garis besar terbagi kedalam dua jenis yakni teori belajar perilaku dan teori belajar kognitif. Namun dalam tulisan ini hanya akan dibahas mengenai teori belajar perilaku. Berdasarkan uraian yang telah dibaca sebelumnya maka penulis menyimpulkan bahwa teori-teori belajar perilaku adalah teori belajar yang lahir atau muncul melalui adanya pengamatan-pengamatan gejala perilaku dari suatu obyek yang mengindikasikan adanya suatu pembelajaran. Teori-teori tersebut banyak diungkapkan oleh para ahli yang tentunya sudah melaksanakan beragam penelitian sebelumnya. Penelitian-penelitian inilah yang melahirkan adanya revolusi teori belajar secara berlanjut.
Diawali oleh Ivan Pavlop pada akhir abad ke – 19 dan permulaan abad ke -20 beserta kawan-kawannya yang melakukan penelitian mengenai teori belajar yang dipraktekan oleh anjing. Mereka memperhatikan bagaimana seekor anjing mengalami perubahan waktu dan kecepatan dalam mengeluarkan air liur. Melalui eksperimen ini mereka menarik sebuah kesimpulan bahwasannya belajar dapat mempengaruhi perilaku yang sebelumnya hal tersebut hanya disangka sebagai hal yang refleksif dan tidak dapat dikendalikan. Selain itu melalui adanya penelitian ini pengetahuan mengenai metode penelitian yang sistematis dan secara seksama telah diajarkan. Teori Ivan Pavlop ini kemudian dikenal dengan teori Classical Conditioning.
Teori belajar perilaku selanjutnya adalah yang dikemukakan oleh E.L. Thorndike. Beliau terinspirasi oleh eksperiman Ivan Pavlop sebelumnya, namun ia telah memberikan formulasi tambahan dalam penelitiannya tersebut. Kepuasaan dalam memperoleh perubahan dalam lingkungan menjadi dasar penelitian teori belajar beliau. Melalui penelitian terhadap kucing yang disimpan dalam kotak dan reaksi yang dilakukan oleh kucing untuk keluar dari kotak tersebut secara bertahap dalam mencari kemudahan. Dan melalui pengulangan yang kedua kali ternyata kucing lebih cepat untuk keluar dari kotak. Maka dapat diketahui perubahan yang dapat menghasilkan kepuasan cenderung menghasilkan perbuatan-perbuatan tersebut akan dilakukan secara terus menerus begitupun sebaliknya. Oleh karenanya konsekuensi-konsekuensi dari perilaku seseorang pada suatu waktu memegang peranan penting dalam menentukan perilaku orang itu selanjutnya. Teori E.L. Thorndike ini kemudian dikenal dengan teori Law of Effect.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh B.F.Skinner. Skinner berpendapat bahwa stimulus-stimulus khusus yang diungkapkan oleh Pavlop hanya sebagian kecil dari stimulus yang ada. Ia mengemukakan hal lain dari perilaku yang disebut sebagai perilaku operant. Perilaku operant adalah perilaku yang muncul tanpa adanya stimulus-stimulus yang tak terkondisi apapun. Contohnya apabila seseorang dihadapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan. Maka orang tersebut akan cenderung mengulangi perilaku-perilaku yang menyenangkan tersebut dan dilakukan dalam kekerapan yang sering. Begitupun sebaliknya. Penggunaan konsekuensi-konsekuensi tersebut kemudian dikenal dengan istilah Operant Conditioning.
Setiap teori tentunya memiliki prinsip-prinsip yang melandasi teori tersebut. Dalam teori belajar diketahui prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Konsekuensi-konsekuensi
Konsekuensi merupakan hal yang harus dan pasti akan diterima atas suatu perbuatan tertentu termasuk dalam belajar. Perilaku yang menyenangkan dalam belajar tentunya akan memperkuat perilaku dalam belajar begitu pula sebaliknya. Melihat penjelasan tersebut maka dapat kita ketahui bahwa konsekuensi terbagi menjadi dua yakni konsekuensi yang menyenangkan dan konsekuensi tidak menyenangkan. Lebih lanjut konsekuensi yang menyenangkan disebut sebagai reinforser dan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut punisher.
Reinforser dapat dibagi dua golongan yakni primer dan sekunder. Reinforser primer adalah sebuah konsekuensi kesenangan dimana nilai yang terkandung didalamnya dapat dirasakan secara langsung sedangkan sekunder adalan reinforser yang nilainya tidak dapat dirasakan secara langsung dan hanya akan dinikmati apabila ia telah terpengaruhi oleh reinforser primer atau reinforser sekunder. Dalam reinforser ini terbagi menjadi tiga kategori yakni reinforser sosial, reinforser aktivitas, dan reinforser simbolik.
Hukuman adalah konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku. Namun ia berbeda dengan reinforser negatif.

2. Kesegeraan
Prinsip ini menyatakan bahwa konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku jika dibandingkan dengan konsekuensi yang lambat datangnya. Contohnya ketika seorang guru memberikan pujian kepada muridnya. Dan bisa jadi reinforses tersebut lebih besar nilainya jika dibandingkan dengan nilai angka yang murid peroleh.

3. Pembentukan
Prinsip ini dilakukan ketika prinsip yang pertama dan kedua telah dilakukan atau dengan kata lain upaya ini adalah upaya yang diarahkan untuk membentuk perilaku akhir para peserta didik.

Uraian diatas merupakan uraian mengenai teori-teori belajar perilaku. Dalam perkembangannya teori belajar perilaku ini mengalami perluasan yang kemudian berkembang dengan istilah teori belajar sosial. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Perbedaan antara teori belajar perilaku dan sosial ini terletak pada adanya penilaian mengenai isyarat-isyarat pada perilaku dan proses internal peserta didik. Atau dengan kata lain dalam teori ini digunakan reinforses eksternal dan kognitif internal sebagai upaya memahami pembelajaran dari orang lain.
Konsep-konsep teori belajar sosial terdiri atas :
1. Pemodelan
Konsep ini mengandung pengertian bahwa belajar tidak hanya dipengaruhi oleh sikap / konsekuensi-konsekuensi perilaku namun ia juga bisa dipengaruhi oleh adanya model atau contoh baik itu pengalaman maupun perilak orang lain.
2. Fase Belajar
Yakni fase yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Menurut Bandura fase tersebut terbagi menjadi empat fase yakni fase perhatin, retensi, reproduksi, dan motivasi.
3. Belajar Vicarious
Yakni belajar melalui adanya reinforses atau hukuman yang diterima oleh seseorang. Sehingga peserta didik tersebut dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut.
4. Pengaturan sendiri
Proses atau perilaku belajar tidak hanya dipengaruhi oleh adanya konsekuensi-konsekuensi yang datang dari luar namun ia juga akan sangat terpengaruh oleh adanya pengaturan yang muncul dari seorang peserta didik.
Melali uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa teori-teori tersebut dapat kita aplikasikan dalam memahami karakter peserta didik dan pencapaian tujuan pendidik. Namun dapat disimpulkan pula bahwa teori-teori yang dikemukakan tersebut tidak mencakup aspek secara keseluruhan ia hanya mampu mengamati gejala-gejala yang nampak dari luar saja sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan pembenukan konsep, proses berpikir dan lainnya tidak dapat diamati secara menyeluruh.
Selengkapnya...

Materi PAI 2

PERBUATAN TUHAN DAN MANUSIA DALAM ALIRAN KALAM

1. PERBUATAN TUHAN
Semua aliran kalam berpandangan sama bahwa Tuhan adalah melakukan perbuatan. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya. Dipelajari sebelumnya bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang sempurna. Inilah salah satu yang menjadi tanda bahwa Tuhan melakukan suatu perbuatan.
Dalam pandangannya tersebut para aliran kalam tetap masih cenderung berbeda pendapat mengenai konsep perbuatan Tuhan. Berikut uraian mengenai pandangan aliran kalam dalam menyikapi perbuatan Tuhan :
1) Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah adalah aliran kalam yang bercorak rasional dan mereka mengatakan bahwa Tuhan hanya melakukan perbuatan-perbuatan baik saja. Namun bukan berarti Tuhan tidak mampu untuk berbuat buruk dan ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk tersebut. Dalil yang memperkuat pandangan Mu’tazilah tersebut sebagai berikut :

Artinya : Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. (Q.S Al Anbiya : 23)

Artinya : Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. (Q.S Ar Ruum : 8)

Qadi Abd Al Jabar seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa kedua dalil tersebut menyatakan bahwa Allah SWT hanya melakukan perbuatan baik saja dan ia bersifat suci dari adanya keburukan. Dengan demikian Tuhan tidak perlu ditanya, ia menegaskan kembali seseorang yang dikenal baik ketika ia melakukan perbuatan baik maka tidak perlu dipertanyakan mengapa ia melakukan perbuatan baik tersebut. Dan berita pada ayat yang kedua menunjukkan arti bahwa Allah SWT menciptakan langit dan bumi adalah dengan tujuan yang benar semakin memperkuat bahwa Allah SWT hanya bertindak pada hal-hal yang bersifat kebaikan.
Dasar pemikiran tersebut memberikan batasan-batasan untuk melakukan sesuatu dan akhirnya mendorong Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban terhadap manusia. Paham Tuhan berbuat kebaikan tersebut akhirnya memunculkan paham kewajiban Allah sebagai berikut :
a) Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia
Memberi beban diluar kemampuan manusia adalah bertentangan dengan konsep perbuatan baik Tuhan, maka akan sangat tidak adil jika Tuhan melakukan hal tersebut. Firman Allah SWT :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya....... (Q.S Al Baqarah : 286)
b) Kewajiban mengirimkan Rasul
Bagi kaum Mu’tazilah pengiriman rasul tidaklah terlalu penting sebab dengan akal ia dapat mengetahui perkara-perkara yang bersifat ghaib. Namun mereka mengklasifikasikan pengiriman rasul ini sebagai kewajiban Tuhan. Mereka berpendapat bahwa tidak semua perkara yang ghaib dapat diketahui oleh akal sebagai contoh tentang permasalahan Tuhan dan alam ghaib. Oleh karena itu Tuhan berkewajiban untuk berbuat baik kepada manusia dengan cara mengirimkan rasul sebagai pembawa kabar gembira dan tanpa adanya seorang rasul manusia tidak akan mampu berbuat baik dan terbaik baik di dunia maupun di akhirat.
c) Kewajiban menepati janji dan ancaman
Janji dan ancaman adalah salah satu dari lima ajaran pokok kaum mu’tazilah. Adanya janji dan ancaman menjadi bukti bahwa Tuhan bersifat adil dan berbuat baik terhadap manusia. Konsep ini memberikan konsekuensi logis bahwa adanya ancaman hanya peringatan Tuhan terhadap manusia bukan sebagai keburukan sebab keburukan itu sendiri bisa ada karena perbuatan manusia yang tidak mengindahkan ancaman tersebut.

2) Asy’ariah
Berbeda dengan paham sebelumnya yakni mu’tazilah, paham ini tidak mengakui adanya kewajiban Tuhan terhadap manusia. Hal tersebut bertentangan dengan adanya paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Al Ghazali mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat yang terbaik bagi manusia. Tuhan bebas berbuat atas makhluknya. Oleh karenanya paham ini sangat bersebrangan dengan kaum mu’tazilah. Asy’ariah berpendapat bahwa Tuhan dapat meletakkan beban yang begitu berat yang tidak dapat manusia pikul. Paham Asy’ariah berpendapat bahwa perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan Tuhan yang diwujudkan dengan daya Tuhan bukan dengan daya manusia. Melalui adanya paham tersebut maka tidak menjadi suatu permasalahan bagi kaum Asy’ariah ketika seorang manusia diberikan cobaan yang tidak dapat dipikul sebab manusia dapat menyelesaikan permasalahan tersebut bukan dengan daya manusia yang bersifat terbatas namun dengan daya Tuhan yang tidak terbatas.
3) Maturidiyah
Seperti diketahui sebelumnya bahwa aliran ini terbagi menjadi dua kelompok yakni aliran Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Keduanya berbeda pendapat tentang permasalahan perbuatan Tuhan. Aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat tentang adanya batasan dan kehendak mutlak Tuhan. Oleh karenanya mereka berpendapat bahwa Allah memiliki kewajiban-kewajiban terhadap manusia. Kewajiban-kewajiban tersebut hanya terbatas pada hal-hal yang baik saja termasuk permasalahan mengenai pengiriman Rasul kepada manusia.
Berbeda dengan aliran maturidiyah samarkand aliran bukhara mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi Tuhan. Hal tersebut serupa dengan apa yang telah dinyatakan oleh aliran Asy’ariah. Namun pandangan tentang kekuasaan mutlak dan kehendak Tuhan dalam aliran maturidiyah bukhara ini tidak bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin.

2. PERBUATAN MANUSIA
Permasalahan perbuatan manusia berawal dari adanya pembahasan singkat yang diutarakan oleh kaum jabariyah dan qadariyah dan kemudian dibahas secara mendalam oleh aliran Mu’tazilah, Asy’ariah dan Maturidiyah.
Peristiwa awal yang melatarbelakangi permasalahan perbuatan manusia adalah adanya pembahasan mengenai ciptaan Tuhan. Manusia meyakini bahwa pencipta alam semesta ini adalah Tuhan termasuk di dalamnya adalah penciptaan manusia. Tuhan bersifat maha kuasa dan berkehendak mutlak terhadap ciptaannya di sinilah muncul pemikiran sejauh manakah manusia bergantung kepada kuasa dan kehendak Tuhan dalam hidupnya dan apakah manusia terikat secara penuh terhadap kehendak mutlak Tuhan.
Berikut penjelasan dari beberapa aliran kalam tentang perbuatan manusia tersebut :
1) Aliran Jabariyah
Paham ini menyatakan bahwa perbuatan manusia merupakan perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan. Namun terdapat perbedaan pendapat dalam internal aliran ini sendiri yakni antara jabariyah ekstrim dan jabariyah moderat.
Jabariyah ekstrim menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan perbuatan yang dilakukannya bukan atas kemauannya sendiri namun ia merupakan kemauan yang dipaksakan atas dirinya dari Tuhan. Dikatakan pula dalam aliran ini bahwa manusia tidak bisa berbuat apa-apa, tidak memiliki daya, kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Berbeda dengan jabariyah moderat mereka menyatakan bahwa perbuatan manusia adalah telah diciptakan oleh Tuhan sebelumnya baik itu baik maupun buruk namun dalam hal ini manusia memiliki peran dalam pelaksanaannya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia merupakan efek yang dapat menghasilkan suatu pekerjaan atau perubahan dalam mewujudkan sesuatu. Paham ini kemudian dikenal dengan istilah Kasab dan berlawanan dengan kata majbur yang artinya terpaksa.
2) Aliran Qadariyah
Aliran qadariyah menyatakan bahwa perbuatan manusia adalah berdasar pada kehendaknya sendiri tidak ada campur tangan Tuhan dalam permasalahan tersebut. Manusia dengan bebas dapat melakukan pekerjaan baik itu baik maupun buruk. Oleh karena itu ia berhak menentukan pahala atas kebaikannya dan ia pula berhak memperoleh hukuman atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Paham qadariyah menyatakan bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin mereka didukung oleh banyak ayat Al Quran salah satunya adalah yang tertera dalam surat Al Kahfi ayat 29 :

Artinya : Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir."......... (Q.S Al Kahfi :29)
3) Aliran Mu’tazilah
Aliran ini menyatakan bahwa manusia memiliki daya yang besar dan bebas. Maka dengan daya tersebut manusia dengan bebas dapat melakukan apa saja yang ia inginkan. Oleh karean itu daya yang begitu besar dan bebas tersebut merupakan tempat terciptanya perbuatan manusia dan di dalamnya tidak terdapat peran Tuhan dalam menghasilkan perbuatan manusia tersebut. Melihat penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa aliran mu’tazilah adalah aliran yang bercorak qadariyah.
Paham ini mengatakan bagaimana mungkin suatu perbuatan manusia dipengaruhi oleh dua daya yang berlangsung secara bersamaan yakni manusia dengan Tuhan. Selain itu mereka pun mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta awal sedangkan manusia diberikan kewenangan untuk berkreasi dalam menjalankan kehidupannya.

4) Aliran Asy’ariah
Manusia mendapatkan posisi yang lemah dalam aliran ini. Ia diibaratkan seperti anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karenanya aliran ini lebih condong kepada pahan Jabariyah. Dalam menjelaskan alirannya Asy’ariah berpijak pada teori Kasab yakni segala sesuatu perbuatan lahir dari adanya perantaraan daya yang diciptakan. Dalam memperkuat pendapatnya tersebut aliran ini menggunakan dalil dari Al Quran salah satunya :

Artinya : Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."(Q.S Ash Shaaffaat : 96)




5) Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan manusia dalam aliran ini terdapat perbedaan diantara maturidiyah samarkand dan maturidiyah Bukhara. Kelompok Maturidiyah Samarkand lebih condong kepada aliran Mu’tazilah sedangkan kelompok aliran maturidiyah Bukhara lebih condong kepada Asy’ariah. Kehendak dan daya buat yang terdapat dalam diri manusia menurut Maturidiyah Samarkand merupakan arti yang sebenarnya bukan bermakna kiasan. Namun berbeda antara kaum mu’tazilah dan aliran ini di mana aliran ini menyatakan bahwa daya manusia tersebut lahir dan diciptakan secara bersamaan ketika suatu pekerjaan dilakukan. Oleh karena itu pemahaman kebebasan manusia berkehendak dalam aliran ini tidak sebebas dalam aliran mu’tazilah.
Aliran maturidiyah Bukhara dalam kebanyakan masalah sependapat dengan maturidiyah Samarkand namun aliran ini memberikan sebuah pemikiran tambahan bahwa dalam melakukan sesuatu memerlukan dua daya sebab manusia tidak mempunyai daya atas perbuatan yang telah diciptakan oleh Tuhan.
Rozak, Abdul,. Ilmu Kalam, (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2006)
Sarjoni, ILMU KALAM “Perbandingan Antar Aliran : Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia”, (Online) 2010. (http://sarjoni.wordpress.com/2010/01/01/ilmu-kalam-perbandingan-antar-aliran-perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia/., diakses tanggal 19 April 2010)
Selengkapnya...

Jumat, 06 Mei 2011

Ilmu Tasawuf

HUBUNGAN TASAWUF, ILMU KALAM, FILSAFAT DAN PSIKOLOGI
Setiap disiplin ilmu pasti memiliki keterkaitan dengan disiplin ilmu yang lainnya. Keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya itu memiliki kedudukan masing masing, ada yang menjadi ilmu pokok (ushul), cabang (furu’), pengantar (muqadimah) dan pelengkap (mutamimmah).
Membahas mengenai ilmu tasawuf, maka tidak akan terlepas keterkaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya seperti: ilmu kalam, filsafat dan psikologi. Keterkaitan antara ilmu-ilmu ini adalah sebagai mutamimmah. Untuk lebih mengetahui lebih dalam mengenai hubungannya, terlebih dahulu kita memahami pengertian-pengertiannya.
HUBUNGAN TASAWUF, ILMU KALAM, FILSAFAT DAN PSIKOLOGI
Setiap disiplin ilmu pasti memiliki keterkaitan dengan disiplin ilmu yang lainnya. Keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya itu memiliki kedudukan masing masing, ada yang menjadi ilmu pokok (ushul), cabang (furu’), pengantar (muqadimah) dan pelengkap (mutamimmah).
Membahas mengenai ilmu tasawuf, maka tidak akan terlepas keterkaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya seperti: ilmu kalam, filsafat dan psikologi. Keterkaitan antara ilmu-ilmu ini adalah sebagai mutamimmah. Untuk lebih mengetahui lebih dalam mengenai hubungannya, terlebih dahulu kita memahami pengertian-pengertiannya.

2.1 Pengertian Tasawuf, Ilmu Kalam, Filsafat dan Psikologi Agama
Tasawuf adalah ajaran (cara dan sebagainya) otak mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar denganNya. Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spritual dzauqiyah manusia dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi Yang Absolut. Tasawuf berusaha mengetahui dan menemukan Kebenaran Tertinggi (Allah SWT) dan bila mendapatkannya, seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.
Ilmu kalam menurut Ibnu Kaldun adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional. Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli) dan Dalil Naqli (Al-Qur’an dan Hadis).
Filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya. Pengetahuan indera mencakup segala sesuatu yang dapat diindera. Batasnya: segala sesuatu yang tidak tertangkap panca indera; pengetahuan ilmu mencakup sesuatu yang dapat diteliti (riset). Batasnya: segala sesuatu yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian;pengetahuan filsafat mencakup segala sesuatu yang dapat difikir oleh akal budi (rasio). Tiga ciri berfikir filsafat, yaitu radikal, sistematis, universal.
Menurut DR. Jalaluddin, psikologi Agama adalah cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.

2.2 Titik Persamaan Tasawuf, Ilmu Kalam, Filsafat dan Psikologi Agama
Tasawuf, ilmu kalam, filsafat dan psikologi agama mempunyai kemiripan objek kajian Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, di lihat dari objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Lalu yang menjadi titik persamaan antara tasawuf dengan psikologi agama adalah sama-sama membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja, jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentu tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman.

2.3 Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argument rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertedensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Qur’an dan Hadits. Ilmu kalam sering menempatkan diri pada kedua pendekatan ini (aqli dan naqli).
Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohani). Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan dalam prilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama salaf, maka hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan kalam, sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniyah, ilmu kalam dapat bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniyah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).
Bagaimanapun amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada, misalnya muncullah kekufuran. Jika rasa syukur sedikit, lahirlah suatu bentuk kegelapan sebagai reaksi.
Begitu juga ilmu tauhid dapat memberi konstribusi kepada ilmu tasawuf. Sebagai contoh, jika cahaya tauhid telah lenyap, akan timbullah penyakit-penyakit kalbu, seperti ujub, congkak, riya, dengki, hasud dan sombong. Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna. Kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak memiliki rasa sombong dan membanggakan diri. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah.
Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.

2.4 Keterkaitan Ilmu Tasawuf Dengan Filsafat
Ilmu tasawuf berkembang didunia Islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat, misalnya dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur harus diakui bahwa terminology jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya terminology yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, salah satunya Al-Ghazali.
Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu juga dicatat bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang spesifik dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh dengan roh dan jiwa.
Menurut sebagian ahli tasawuf, an-nafs (jiwa) adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun roh. Jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan yang tidak sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan kalbu (qalb, hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani jiwa.

2.5 Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa
Dalam percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Hal ini cukup beralasan mengingat dalam substansi pembahasannya, tasawuf selalu membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja, jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat terlepas dari kajian tentang kejiwaan manusia itu sendiri.
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan prilaku yang dipraktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan buruk atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang adalah perbuatan baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak buruk.
Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang tampil adalah prilaku insani pula.
Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, berarti bahwa hakikat, zat dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual dan kejiwaannya. Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidaklah berarti bahwa para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Allah dan beramal dengan baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan kepada kehidupan rohani yang baik. Pandangan kaum sufi mengenai jiwa berhubungan erat dengan ilmu kesehatan mental, yang merupakan bagian dari ilmu jiwa (psikologi).
Ahli-ahli di bidang perawatan jiwa, terutama di negara-negara yang telah maju, memusatkan perhatiannya pada masalah mental sehingga mampu melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang menghubungkan antara kelakuan dan keadaan mental. Mereka telah menemukan hasil-hasil yang memberikan kesimpulan tegas, yang membagi manusia menjadi dua golongan besar, yakni golongan yang sehat dan golongan kurang sehat.
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup. Orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang membawa dirinya dan orang lain pada kebahagiaan. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas sehingga terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, dan moralnya pun tetap terpelihara.
Pada perilaku yang sehat mental tidak akan tampak sebuak sikap yang ambisius, sombong, rendah diri dan apatis. Sikapnya terkesan wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri dan selalu gesit. Setiap tindak-tanduknya ditujukan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya pun digunakan untuk menfaat dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya bukan untuk bermegah-megah dan mencari kesenangan sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, tetapi digunakan untuk menolong orang miskin dan melindungi orang lemah.
Sebaliknya, golongan yang kurang sehat mentalnya sangat luas, mulai yang paling ringan sampai yang paling berat. Dari orang yang yang merasa terganggu ketentraman hatinya sampai orang yang sakit jiwa. Berbagai penyakit tersebut sesungguhnya akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yakni hati yang jauh dari Tuhannya. Ketidak tenangan itu akan memunculkan penyakit mental, yang pada gilirannya akan menjelma menjadi perilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma umum yang disepakati.
Harus diakui, jiwa manusia seringkali sakit. Ia tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan perjalanan menuju Allah dengan benar. Jiwa manusia juga membutuhkan prilaku (moral) yang luhur sebab kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa akhlak yang luhur, juga tidak dapat menjadi milik tanpa melakukan perjalanan menuju Allah.
Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, kepribadiannya tampak tenang dan prilakunya pun terpuji, semua ini bergantung pada kedekatan manusia dengan Tuhannya. Pola kedekatan manusia dengan Tuhannya inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf. Dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan ilmu jiwa atau ilmu kesehatan mental.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Perbedaan Maqam Dan Ahwal
Di samping tasawuf, Islam juga mengenal ajaran ruhani (ilmu) lainnya yang disebut ’irfan . Menurut Ruhullah Syams, sebagaimana yang dilihat secara umum istilah ’irfan dan tasawuf digunakan secara sinonim di dunia Islam hari ini .
Irfan secara etimologi bermakna pengetahuan, sebab itu irfan dan tasawuf Islam menunjukkan suatu bentuk pengetahuan, bahwa perjalanan sair suluk (riyâdhâ) seorang hamba kepada Allah Swt. akan meniscayakan suatu bentuk pengetahuan yang lebih hakiki dari pada pengetahuan konsepsi (tashawwur) dan afrimasi (tashdiq) panca indra dan akal. Sebab itu bentuk pengetahuan irfani adalah hudhuri (presentif), bahkan bentuk pengetahuan hudhuri yang memiliki derajat tinggi.
Menurut Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin kerangka irfani yaitu lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang berlaku di kalangan sufi secara rasa (rohaniah). Manusia tidak akan tahu banyak mengenai penciptaan-Nya apabila belum melakukan perjalanan menuju Allah walaupun ia adalah orang yang beriman secara aqliyah. Hal ini karena adanya perbedaan yang dalam antara iman secara aqliyah atau logis teoritis (al- iman al-aqli an-Nazhari) dan iman secara rasa (al-iman asy-syu’ri ad-dzauqi). Lingkup irfani ini tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui proses yang panjang. Proses yang dimaksud yaitu maqam-maqam (tingkatan atau stasiun) dan ahwal (jama dari hal).
Banyak jalan dan cara yang ditempuh oleh seorang sufi dalam meraih cita-cita dan tujuan mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti memperbanyak dzikir, beramal soleh, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam perjalanan spiritualnya , seorang sufi pasti menempuh beberapa tahapan . Tahapan-tahapan itu disebutkan maqamat/stasiun (jama dari maqam). Syamsum Niam menambahkan, jalan itu sangat sulit dan untuk berpindah dari satu maqam ke maqam lain memerlukan usaha yang berat dan waktu yang tidak singkat. Dengan kata lain, maqam adalah tingkatan salik dalam beribadah melalui latihan bertahap guna membangun jiwa seorang hamba Allah SWT.
Sedangkan Al-ahwal , menurut sufi jamak dari al-hal, dalam bahasa inggris disebut state, adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan dari usahanya. Dengan kata lain seorang salik (penempuh jalan tarekat) yang serius hatinya dipenuhi dengan bersitan-bersitan hati, sehingga banyak hal dan sifat yang kemudian berubah dalam dirinya. Sebagian sufi sepakat menyebut gejala ini sebagai ahwal, dan sebagian sufi lain menyebutnya sebagai maqamat.

B. Macam-Macam Maqam Dalam Tasawuf
Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam al-maqamat tersebut antara lain :
1. Tobat
Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhentian awal di jalan menuju Allah. Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Sedangkan pada tingkat menengah, di samping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, tobat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu selain yang dapat memalingkan dari jalan Allah.
2. Zuhud
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah), menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga (tertinggi), mengucilkan dunia bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah belaka. Orang yang berada pada tingkat tertinggi ini akan memandang segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa-apa.
3. Faqr (fakir)
Faqr dapat berarti sebagai kekurangan harta dalam menjalani kehidupan di dunia. Sikap faqr penting dimiliki oleh orang yang berjalan menuju Allah, karena kekayaan atau kebanyakan harta memungkinkan manusia lebih dekat pada kejahatan, dan sekurang-kurangnya membuat jiwa tertambat pada selain Allah.
4. Sabar
Sabar, menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan nafsu dan amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr an-nafs), sedangkan menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani). Kesabaran jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya, untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.
5. Syukur
Syukur diperlukan karena semua yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia Allah, Allah lah yang telah memberikan nikmat kepada kita, baik berupa pendengaran, penglihatan, kesehatan, keamanan, maupun nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
6. Rela (Rida)
Rida’ berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah SWT. Orang yang rela mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran, dan kemahasempurnaan Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut. Hanyalah para ahli ma’rifat dan mahabbah yang mampu bersikap seperti ini. Mereka bahkan merasakan musibah dan ujian sebagai suatu nikmat, lantaran jiwanya bertemu dengan yang dicintanya.
7. Tawakal
Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Dalam hal ini, Al-Ghazali mengaitkan tawakal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid berfungsi sebagai landasan tawakal.

C. Hal-hal Yang Dijumpai Dalam Perjalanan Sufi
Hal-hal yang dimaksud adalah al-ahwal yang dialami para salik dalam menempuh perjalanan menuju ma’rifatullah. Al-ahwal tersebut diantaranya :muhasabah dan muraqabah, qarb, hubb, raja dan khauf, syauq, uns. Namun berikut ini adalah penjelasan dari beberapa hal saja :
1. Waspada dan mawas diri (Muhasabah dan muraqabah)
Waspada dan mawas diri merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Oleh karena itu, ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Waspada dan mawas diri merupakan dua sisi dari tugas yang sama dalam menundukan perasaan jasmani yang berupa kombinasi dari pembawaan nafsu dan amarah .
Waspada (Muhasabah) dapat diartikan meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan, dan rahasia dalam hati,yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah. Adapun mawas diri (murakobah) adalah meneliti dengan cermat apakah perbuatan sehari-hari telah sesuai atau malah menyimpang dari yang dikehendaki-Nya.
2. Cinta (hub)
Dalam pandangan tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, sama seperti tobat yang merupakan dasar bagi kemuliaan maqam. Karena mahabbah pada dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya sebagai anugerah-anugerah (mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan.
3. Berharap dan Takut (Raja’ dan Khauf)
Menurut kalangan kaum sufi, raja dan khauf berjalan seimbang dan saling mempengaruhi. Raja dapat berarti berharap atau optimism, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
Raja menuntut tiga perkara, yaitu :
• Cinta kepada apa yang diharapkannya.
• Takut bila harapannya hilang.
• Berusaha untuk mencapainya.
Khauf dan raja saling berhubungan. Kekurangan khauf menyebabkan seseorang lalai dan berani berbuat maksiat. Sedangkan khauf yang berlebihan akan menjadikannya putus asa dan pesimis. Begitu juga sebaliknya, apabila sikap raja terlalu besar, hal itu akan membuat seseorang menjadi sombong dan meremehkan amalan-amalannya karena optimisnya yang berlebihan.
4. Rindu (syauq)
Selama masih ada cinta, syauq tetap diperlukan. Dalam lubuk jiwa seorang sufi, rasa rindu hidup dengan subur, yakni rindu untuk segera bertemu dengan Tuhan. Ada orang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta yang benar dan lupa kepada Allah lebih berbahaya dari pada maut. Bagi sufi rindu kepada Tuhan, maut dapat mempertemukannya dengan Tuhan, sebab hidup merintangi pertemuan abid dengan ma;budnya.
5. Intim
Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns (intim) adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi.

D. Metode Irfani
Di samping melalui tahapan maqamat dan ahwal, untuk sampai pada tingkat ma’rifat . para salik harus bersedia menempuh ikhtiar-ikhtiar tertentu, seperti riyadhah, tafakur, tazkiat an-nafs, dan dzikrullah. Berikut penjelasan masing-masing bagian dari metode irfani tersebut.
1. Riyadhah
Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan perihal yang mengotori jiwanya . Suatu pembiasaan biasanya dilakukan terus-menerus secara rutin sehingga seseorang benar-benar terlatih, khususnya dalam menahan diri agar jauh dari berbuat maksiat atau dosa. Riyadhah bukanlah perkara mudah, sehingga Dalam pelaksanaannya diperlukan mujahadah, yaitu kesungguhan dalam berusaha meninggalkan sifat-sifat buruk . Dengan kata lain, riyadhah dapat diartikan sebagai salah satu metode sufistik dengan latihan amal-amal positif (salih) secara istiqamah dan mujahadah guna melenyapkan pengaruh negatif (maksiat) dari jiwa yang terkontaminasi dosa. Menurut Anwar dan Solihin, setelah riyadhah berhasil dilakukan, maka salik akan memperoleh ilmu ma’rifat. Sehingga salik mampu menerima komunikasi dari alam gaib (malakut). Perkara ini hanya bisa dialami oleh para sufi secara pribadi, belum bisa dibuktikan secara ilmiah (melalui fakta dan data).
2. Tafakur (refleksi)
Tafakur penting dilakukan bagi yang menginginkan ma’rifat, karena tatkala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu kemydian memikirkan atau bertafakur dan menganalisisnya, pintu kegaiban akan dibukakan baginya. Tafakur menurut Al-Ghazali orang yang berfikir dengan benar akan menjadi dzawi, al-albab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapatkan ilham.
Tafakur berangsung secara internal dengan proses pembelajaran dari dalam diri manusia melalui aktivitas berfikir yang menggunakan perangkat batiniah atau jiwa. Selanjutnya, tafakur dilakukan dengan memotensikan nafs kulli. Nafsi kulli mempunyai fungsi yang sangat penting untuk memperoleh ilmu, terutama ilmu ma’rifat. Sebab, ilmu yang dihasilkan dengan cara penggunaan nafs kulli lebih bersifat universal, tidak persial. Untuk memfungsikan nafs kulli diperlukan kegiatan tafakur dan disinilah tafakur memeganf peranan sangat penting.
3. Tazqiyat An-Nafs
Metode ini adalah prosese penyujian jiwa manusia. Dalam kerangka tasawuf ini, dapat dilakukan melalui tahapan takhali dan tahalli. Kegiatan ini merupakan kegiatan inti bertasawuf.
Upaya melakukan penyempurnaan jiwa perlu dilakukan pleh setiap orang yang menginginkan ilmu ma’rifat. Hal ini perlu dilakukan karena ilmu ma’rifat tidak dapat diterima oleh manusia yang jiwanya kotor. Ada lima hal yang jadi penghalang bagi jiwa dalam menangkap hakikat, yaitu : Pertama jiwa yang belumsempurna. Kedua jiwa yang dikotori oleh perbuatan maksiat. Ketiga sikap menuruti keinginan badan. Keempat adanya penutup yang menghalangi masuknya hakikat ke dalam jiwa (taklid). Kelima tidak dapat berfikir logis. Tazqiyat An-Nafs dalam konsepsi tasawuf berdasar pada asumsi bahwa jiwa manusia ibarat cermin, sedangkan ilmu ibarat gambar, objek ,material.
4. Dzikrullah
Istilah ’zikr’ berasal dari bahasa Arab, yang berarti mengisyaratkan, mengagungkan, menyebut atau mengingat-ingat . Berzikir kepada Allah berarti zikrullah, atau mengingatkan diri kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah dengan sebaik-baiknya, Tuhan Maha Agung dan Maha suci . Dzikrullah, adalah tuntunan masalah ruhiyah atau yang berhubungan dengan masalah pengalaman ruhiyah (batin) Al-Quran mengisyaratkan tentang dzikrullah, Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS. Al-Baqarah [2]: 152. Menurut Yunasril Ali (2002: 145), ingat kepada Allah (dzikrullah) setidaknya melibatkan tiga unsur, yakni yang ingat (subyek), yang diingat (obyek) dan aktivitas pengingat.
Berikut penjelasan
1. Dzakir (orang yang ingat), yakni pelaku zikir. Segenap orang yang beriman dituntut oleh Allah untuk ingat sebanyak-banyaknya kepada-Nya . Sebaliknya jika ia lupa, maka ia akan lupa pada dirinya sendiri. .
2. Madzkur (Tuhan yang diingat). Kerinduan dan ingatan pada level tertinggi yang biasa disebut mahabbah Allah swt. Ingat kepada Allah swt setiap saat didasarkan atas pandangan kalbu (ma’rifah atau musyahadah). Hal ini berdasarkan QS Al-Baqarah [2]: 115.
3. Dzikr (aktivitas zikir) itu sendiri. Meliputi berbagai bentuk. Ada yang berbentuk lisan dalam menyebut asma Allah (dzikir lisan atau dzir jahri atau dzikr jali) ada pula yang berbentuk aktivitas kalbu dalam mengingat Allah (dzikr qalbi atau dzikir sirri atau dzikir khafi)

E. Tokoh Tasawuf Irfani
1. Rabiah Al-Adawiyah
Ia dilahirkan pada tahun 95 H/713 M. disuatu perkampungan dekat kota basroh (irak) dan wafat dikota itu pada tahun 185 H/801 M.
Adapun ajaran tasawuf Rabiah Adawiyah dalam perkembangan mistisisme dalam Islam, tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah.
2. Dzul Al-nun Al-Mishri
Ia dilahirkan di Ikhmim di dataran tinggi mesir pada tahun 180 H/796 M. dan wafat pada tahun 246 H/856 M. Adapun ajaran tasawufnya adalah pelopor paham ma’rifat kepada Allah. Menurutnya ma’rifat kepada Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal tetapi dengan cara ma’rifat batin.
3. Abu yazid Al-Bustami
Ia terlahir didaerah bustam atau Persia pada tahun 874 dan wafat 947 M. Adapun ajran tasawuf nya adalah fana dan baqa . Fana dalam istilah tasawuf, diartikan sebagai keadaan moral yang luhur dalam segi bahasa fana berarti rusak atau lenyap. pada tahap fana menurut beliau dapat dicapai setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah, seperti dalam ceritanya.
Dalam fananya abu yazid meninggalkan dirinya dan pergi kehadirat Tuhan, bahwa ia telah berada dekat tuhan dapat dilihat dari syadat yang dilakukannya. Adapun Baqa, berasal dari kata baqia yang artinya tetap. Sedangkan menurut istilah tasawuf berarti mendirikan sikap-sikap terpuji pada Allah. Jadi paham baqa dan Fana ini berpasangan. Jika seorang sufi mengalami fana, ketika itu juga dia menjalani baqa.
PERKEMBANGAN TASAWUF
A. Perkembangan Tasawuf Akhlaqi dan Falsafi
Dalam sejarah perkembangannya para ahli membagi tasawuf menjadi dua, yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori prilaku dan tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi kearah pertama sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi, adapun yang kedua yaitu disebut dengan tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping sebagai sufi.
Perkembangan tasawuf dalam Islam mengalami beberapa fase:
Pertama, yaitu fase asketisme (zuhud) yang tumbuh pada abad pertamadan kedua hijriyah. Sikap asketisme ini banyak dipandang sebagai pengatar kemunculan tasawuf. Terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah. Mereka lebih banyak beramal untuk hal-hal yang berkaitan dengan akhirat. Tokoh yang sangat populer dari kalangan mereka adalah Hasan Al-Bashri dan Rabi’ah Al-Adawiyah.
Pada abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlaq keagamaan. Kondisi tersebut kurang lebih berkembang selama satu abad, kemudian pada abad ketiga hjriyah muncul jenis tasawuf lain yang lebih menonjolkanpemikiran yang eksklusif. Golongan ini diwakili oleh Al-Hallaj yang kemudian diukum mati karena menyatakan pendapatnya mengenai hulul (pada 309 H). Boleh jadi Al-Hallaj mengalami peristiwa itu karena faham hululnya ketika itu sangat kontroversial dengan kenyataan di masyarakat yang tengah menggandrungi jenis tasawuf akhlaqi. Untuk itu kehadiran Al-Hallaj dianggap membahayakan pemikiran umat. Banyak pengamat tasawuf menilai bahwa jenis ini terpengaruh unsur-unsur di luar Islam.
Pada abad kelima hijriyah muncullah Imam Al-Gazhali yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf berdasarkan Al-qur’an dan Assunah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral, yang seiring dengan aliran ahlu sunnah waljama’ah. Sejak abad keenam hijriyah sebagai akibat pengaruh kepribadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf Sunni semakin meluas ke seluruh peloksok dunia Islam. Dengan demikian aliran tasawuf terbagi menjadi dua, yaitu tasawuf Sunni yang lebih berorientasi kepada pengokohan akhlaq, dan tasawuf falsafi yakni aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis dengan ungkapan-ungkapan ganjilnya (syathahiyat) dalm ajaran-ajaran yang dikembangkannya. Ungkapan syathahiyat itu bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan ataupun hulul. Al-Ghazali dipandang sbagai pembela terbesar tasawuf Sunni. Pandangan tasawufnya seiring dengan para ahli sufi aliran pertama,abad ketiga, dan keempat hijriyah. Di samping itu pandangan-pandangannya seiring dengan Al-Qusyairi dan Al-Harawi, tetapi Al-Ghazali memiliki kelebihan dalam pengetahuan dan kedalaman tasawufnya disbanding dengan semua tokoh di atas.
Di luar dua airan tasawuf di atas, ada juga yang memasukan tasawuf aliran ketiga yaitu tasawuf Syi’i atau Syi’ah. Kaum Syi’ah merupakan golongan yang dinisbatkan kepada pengikut Ali Bin Abi Thalib.
B.
C. Ajaran Tasawuf Akhlaqi
Bagian terpenting tujuan tsawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan sehingga merasa dan sadar berada di hadirat Tuhan. Semua sufi berpendapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang ke hadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Untuk berada di hadirat Allah dan sekaligus mencapai tingkat kebahagiaan yang optimum manusia haruslah lebih dulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan cirri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa raga yang bermula dari pembentuan pribadi yang bermoral dan berakhlaq mulia. Falsafah hidup seseorang tentang kehidupan material merupakan alat ukur bagi baik buruknya skap mental atau rohaninya. Kaum sufi sependapat bahwa kenikmatan hidup duniawi bukanlah tujuan, tetapi hanya sekedar jembatan. Menurut Al-Ghazali tak terkontrolnya hawa nafsu yang ingin mengecap kenikmatan hidup duniawi adalah sumber utama dari kerusakan akhlaq. Bagi sufi keunggulan seseorang bukanlah diukur dari tumpukan harta yang dimilikinya, dari pangkat yang dijabatnya,dari bentuk tubuh yang dimilikinya, tetapi terletak pada akhlaqpribadi yang diterapkannya.
Dalam tasawuf akhlaqi system pembinaan akhlaq disusun sebagai berikut:
1. Takhalli
Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlaq tercela, salah satunya adalah ketergantungan pada kenikmatan duniawi. Sekelompok sufi yang moderat berpendapat bahwa kebencian terhadap kehidupan duniawi yaitu sekedar tidak melupakan tujuan hidupnya namun tidak meninggalkan duniawi sama sekali. Sementara itu kelompok sufi yang ekstrim berkeyakinan bahwa kehidupan duniawi merupakan “racun pembunuh” kelangsungan cita-cita sufi. Persoalan duniawi adalah penghalang perjalanan. Bagi mereka, cara memperoleh keridoan Tuhan tidak sama dengan cara memperoleh kenikmatan material. Pengingkaran ego dengan cara meresapkan diri pada kemauan Tuhan merupakan perbuatan utama.
2. Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiaskan diri dengan sikap, prilaku, dan akhlaq terpuji. Tahapan Tahalli dilakukan para sufi setelhnya mengosongkan jiwa dari akhlaq-akhlaq jelek.
Sikap mental dan perbuatan baik tang sangat penting diisikan ke dalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan manusia paripurna, antara lain berikut ini:
a. Tobat
Al-Gazhali mengklasifikasikan tobat kepada tiga tingkatan:
1) Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuk dan beralih kepada kebaikan karena takut kepada siksa Allah.
2) Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju ke situasi yang lebih baik lagi. Keadaan ini sering disebut “inabah”.
3) Rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah.
b. Cemas dan harap (khauf dan raja’)
Menurut Al-Bashri cemas atau takut adalah suatu perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan sering lalai kepada Allah. Rasa takut dapat mendorong seseorang untuk mempertinggi nilai dan kadar pengabdiannya dengan harap (raja’), ampunan dan anugerah Allah.
c. Zuhud
Secara umum zuhud diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat.dari definisi ini, para sufi berlainan pendpat. Al-Ghazali engartikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterkaitan kepada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran. Al-Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rezeki yang diterimanya. Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa zuhud itu meninggalkan kehidupan dunia, karena dunia ini tidak ubahnya seperti ular yang licin apabila di pegang tetapi racunnya dapat membunuh.
d. Al-Shabru
Sabar diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian. Al_ghazali membedakan tingkatan sabar. Kemampuan mengatasi hawa nafsu, perut, dan sosial disebut iffah. Kesanggupan seseorang meguasai diri agar tidak marah disebut hilm. Ketabahan hati untuk menerima nasib dinamakan qana’ah, sedangkan yang bersifat pantang menyerah dan satria dikatakan syaja’ah.
e. Ridha
Ridha mengandung pengertian menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang dating dari Allah baik dalam menerima serta melaksanakan ketentuan agama maupun yang berkenaan dengan masalah nasib dirinya.
f. Al-Faqr
Bermakna tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
g. Muraqabah
Seluruh aktivitas hidupnya ditujukan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Ia tahu dan sadar bahwa Allah memandang kepadanya.
3. Tajalli
Kata Tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlaq dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada Allah.
D. Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi serta Karakteristiknya
Tasawuf sunni yang terus berkembang sejak zaman klasik Islam hingga zaman modern sekarang sering digandrungi orang karena penampilan paham atau ajaran-ajarannya tidak terlalu rumit.
Adapun ciri-ciri taswuf Sunni antara lain:
1. Melandaskan diri pada Al-Qur’an dan As-Sunah.
2. Tidak menggunakan terminology-terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan-ungkapan syathahat.
3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia.
4. Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at.
5. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlaq, dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.
Adapun ciri-ciri tasawuf filosofis menurut Ibnu Khaldun, ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul darinya.
2. Iluminasi atau hakekat yang tersingkap dari alam gaib.
3. Peristiwa-peristiwa dalm alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syathahiyyat).
Selain karakteristik secara umum, ada juga karakteristik tasawuf filosofis secara khusus, diantaranya:
1. Tasawuf filosofis banyak mengkonsepsikan pemahaman ajaran-ajarannya dengan menggabungkan antara pemikiran rasional filosofis dengan perasaan (dzauq).
2. Didasarkan pada latihan-latihan rohaniah (riyadlah) yang dimaksudkan sebagai peningkatan moral, yakni untuk mencapai kebahagiaan.
3. Memandang iluminasi sebagai metod untuk mengetahui berbagai hakikat realitas yang menurut penganutnya dapat dicapai dengan fana.
4. Para penganut faham ini selalu menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang hakekat realitas dengan berbagai symbol atau terminologi.


Daftar Pustaka
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia offline.
2. Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, C.V Pustaka Setia, Bandung, 2000.
3. Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, C.V Pustaka Setia, Bandung, 2010.
4. Abdul Fattah Sayyid Ahmad, DR., Tasawuf: antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, Jakarta: Khalifa, 2000.
5. Abdul Qadir al-Jilani, Syekh, Rahasia Sufi, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003.
6. Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2000.

Selengkapnya...

Pengembangan Kurikulum

PEMBAHASAN
A. Definisi Kurikulum Ideal dan Aktual
Ideal curriculum atau kurikulum ideal adalah kurikulum yang berisi sesuatu yang baik, yang diharapkan atau dicita-citakan sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum. Real Curriculum, Actual Curriculum atau kurikulum aktual adalah apa yang terlaksana dalam proses belajar mengajar atau yang menjadi kenyataan dalam kurikulum yang direncanakan atau terprogram dalam pendidikan. Kurikulum Aktual sebaiknya sama dengan kurikulum ideal, atau setidak-tidaknya mendekati kurikulum ideal walaupun tidak mungkin atau tidak pernah sama dalam kenyataannya.
PEMBAHASAN
A. Definisi Kurikulum Ideal dan Aktual
Ideal curriculum atau kurikulum ideal adalah kurikulum yang berisi sesuatu yang baik, yang diharapkan atau dicita-citakan sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum. Real Curriculum, Actual Curriculum atau kurikulum aktual adalah apa yang terlaksana dalam proses belajar mengajar atau yang menjadi kenyataan dalam kurikulum yang direncanakan atau terprogram dalam pendidikan. Kurikulum Aktual sebaiknya sama dengan kurikulum ideal, atau setidak-tidaknya mendekati kurikulum ideal walaupun tidak mungkin atau tidak pernah sama dalam kenyataannya.
Isi kurikulum hendaknya signifikan bagi bidang mata pelajaran tertentu agar relevan dengan apa yang disampaikan oleh seorang guru.
Para ahli kurikulum menganggap perlu adanya sejumlah kriteria yang digunakan sebagai pedoman, patokan, dan ukuran dua macam kurikulum tersebut. Caswell dan Campbell telah merumuskan beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Kegunaan isi kurikulum dalam menafsirkan, memahami dan menilai kehidupan yang kontemporer.
2. Kegunaan isi kurikulum dalam memuaskan minat dan kebutuhan para siswa. Isi kurikulum hendaknya signifikan bagi bidang mata pelajaran tertentu.
Dalam hal ini Romine mengkaji dari sudut pandang yang lebih luas, sesungguhnya penentuan kriteria tersebut hendaknya bertitik tolak dari aspek tujuan pendidikan, proses pendidikan, dan keadaan para siswa itu sendiri. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dia merumuskan sejumlah kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria yang berhubungan dengan sifat para siswa, yaitu apakah isi kurikulum di dalamnya berguna dalam memuaskan minat dan keingintahuan siswa.
2. Kriteria yang berhubungan dengan tujuan pendidikan
• Apakah isi kurikulum di dalamnya signifikan, valid, dan berguna dalam menafsirkan, memahami,, dan menilai kehidupan yang kontemporer.
• Apakah isi kurikulum di dalamnya berhubungan dengan masalah-masalah kehidupan.
• Apakah isi kurikulum di dalamnya akan memajukan perkembangan dan pertumbuhan yang seimbang pada anak-anak, sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan (sikap, kemampuan, kebiasaan, dan sebagainya).
• Apakah isi kurikulum di dalamnya memang penting, dalam artian memberikan sumbangan yang berharga pada berbagai peran kurikulum (konservatif, evaluatif, kreatif, dan sebagainya) serta bermakna bagi pengalaman manusia.
B. Landasan Kurikulum Ideal Dan Aktual
Pendidikan merupakan suatu proses sosial, karena berfungsi memasyarakatkan anak didik melalui proses sosialisasi di dalam masyarakat tertentu. Sekolah, sebagai salah satu institusi pendidikan berperan juga sebagai institusi sosial, karena melalui lembaga tersebut anak dipersiapkan untuk mampu terjun dan aktif dalam kehidupan masyarakatnya kelak.
Anak-anak berasal dari masyarakat, dan mereka belajar tentang cara hidup dalam bermasyarakat. Oleh ,karena itu, sekolah harus bekerjsama dengan masyarakat, dan program sekolah harus disusun dan diarahkan oleh masyarakat yang menunjang sekolah tersebut. Program pendidikan disusun dan dipengaruhi oleh nilai, masalah, kebutuhan, dan tantangan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu kurikulum yang ideal dan dan aktual harus disusun berlandaskan dasar sosiologis agar tercipta keseimbangan diantara keduanya dan terciptalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
C. Kurikulum Tersembunyi
Kurikulum tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum dapat dideskripsikan sebagai “hasil (sampingan) dari pendidikan dalam latar sekolah atau luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan”. Beragam definisi lain telah dikembangkan berdasarkan pada perspektif yang luas dari mereka yang mempelajari peristiwa ini. Segala bentuk pendidikan, termasuk aktivitas rekreasional dan sosial tradisional, dapat mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang sebetulnya tak sengaja karena bukan berhubungan dengan sekolah tetapi dengan pengalaman belajar. Tetapi umumnya, kurikulum tersembunyi mengacu pada berbagai jenis pengetahuan yang diperoleh dalam sekolah dasar dan menengah, biasanya dengan suatu konotasi negatif yang mengacu pada ketidaksamaan yang muncul sebagai akibat hal tersebut. Sikap ini berasal dari komitmen sistem sekolah yang mempromosikan demokrasi dan memastikan pengembangan kecerdasan yang sama. Sasaran tersebut dihalangi oleh pelajaran-pelajaran yang tak terukur ini.
Dalam konteks ini, kurikulum tersembunyi disebut sebagai memperkuat ketidaksamaan sosial dengan mendidik siswa dalam berbagai persoalan dan perilaku menurut kelas dan status sosial mereka. Kurikulum tersembunyi juga dapat merujuk pada transmisi norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam sekolah-sekolah ini. Kurikulum tersembunyi sukar untuk didefinisikan secara eksplisit karena berbeda-beda antar siswa dan pengalamannya serta karena kurikulum itu selalu berubah-ubah seiring berkembangnya pengetahuan dan keyakinan masyarakat.
Konsep kurikulum tersembunyi terkespresikan dalam gagasan bahwa sekolah melakukan lebih dari sekedar menyebarkan pengetahuan, seperti tercantum dalam kurikulum resmi. Di balik itu terdapat berbagai kritik tentang implikasi sosial, landasan politik, dan hasil budaya dari aktivitas pendidikan modern. Sementara penelaahan awal berkaitan dengan identifikasi faham anti-demokratis dari sekolah, penelitian lain telah memperhatikan permasalahan berbeda.
Fungsi kurikulum tersembunyi: Walaupun kurikulum tersembunyi memberikan sejumlah besar pengetahuan pada siswa, ketidaksamaan yang diakibatkan kesenjangan antar kelas dan status sosial sering menimbulkan konotasi negatif. Sebagai cara dari kontrol sosial, kurikulum tersembunyi mempromosikan persetujuan terhadap nasib sosial tanpa meningkatkan penggunaan pertimbangan rasional dan reflektif. Kurikulum tersembunyi dapat juga diasosiasikan dengan penguatan ketidaksetaraan sosial, seperti terbukti dalam perkembangan hubungan yang berbeda terhadap modal yang berdasar pada jenis kerja dan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan yang diterapkan pada siswa jadi berbeda-beda berdasarkan kelas sosialnya.
Sumber kurikulum tersembunyi sangat beragam, termasuk struktur sosial dari ruang kelas, latihan otoritas guru, aturan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, aktivitas belajar standar, penggunaan bahasa, buku teks, alat bantu audio-visual, berbagai perkakas, arsitektur, ukuran disiplin, daftar pelajaran, sistem pelacakan, dan prioritas kurikulum. Keragaman dalam sumber ini menghasilkan perbedaan yang ditemukan saat membandingkan suatu kurikulum tersembunyi dihubungkan dengan berbagai kelas dan status sosial.
Sementara materi aktual yang diserap siswa melalui kurikulum tersembunyi adalah sangat penting, orang yang menyampaikannya menghasilkan investigasi khusus. Hal tersebut terjadi terutama pada penyampaian pelajaran sosial dan moral dengan kurikulum tersembunyi, karena karakteristik moral dan ideologi guru dan figur otoritas lainnya diterjemahkan dalam pelajaran mereka, walau tidak disadarinya.
D. Implementasi Kurikulum Ideal, Aktual, dan Tersembunyi
Implemnetasi kurikulum adalah penerapan atau pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya, kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan pengelolaan, sambil senantiasa dilakukan penyesuaian terhadap situasi lapangan dan karakteristik peserta didik, baik perkembangan intelektual, emosional, serta fisiknya.
Adapun tahapan implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi.
1. Pengembangan program mencakup program tahunan, semester, bulanan, mingguan, dan harian. Selain itu ada juga program bimbingan dan konseling atau program remedial.
2. Pelasanaan pembelajaran. Pada hakikatnya, pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik tersebut.
3. Evaluasi proses yang dilaksanakan sepanjang proses pelaksanaan kurikulum semester serta penilaian akhir formatif dan sumatif mencakup penilaian keseluruhan secara utuh untuk keperluan evaluasi pelaksaaan kurikulum.
Dengan tahap-tahap tersebut akan tercapai tujuan-tujuan kegiatan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Hal itu secara otomatis akan meningkatkan pemanfaatan dan penerapan kurikulum baik yang ideal maupun aktual.
E. Kurikulum Sebagai Kebutuhan Masyarakat dan Kekuatan Sosial
Pada dasarnya, pendidikan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum harus berdasarkan pada kebutuhan masyarakat dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kurikulum yang demikianlah disebut sebagai kurikulum yang relevan (ideal dan aktual) dengan masyarakat. Dibalik itu, masyarakat merupakan lingkungan pendidikan, dalam artian suatu lingkunagn yang mempengaruhi sekolah dan sebaliknya, sekolah mempengaruhi kehidupann masyarakat. Hal ini sejalan dengan prinsip ekosistem.
Apabila kebutuhan masyarakat dianalisis, hal ini akan sangat membantu para penyusun kurikulum dalam merumuskan masalah masyarakat yang terkait dalam pemilihan dan penyusunan bahan-bahan dan pengalaman-pengalaman kurikuler. Dalam pengembangan kurikulum agar menjadi ideal dan aktual perlu dipertimbangkan berbagai masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat, hal ini berguna untuk:
1. Mengorientasikan kurikulum pada pusat-pusat kehidupan.
2. Membantu merumuskan falsafah dan tujuan pendidikan.
3. Merangsang minat murid dan mengusahakan kegiatan belajar menjadi lebih luas.
4. Melengkapi dasar pengembangan unit-unit pelajaran.
5. Melengkapi proyek kerjasama sekolah dan masyarakat, ketika para siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.
Adapun kekuatan sosial yang mempengaruhi kurikulum ada beraneka ragam. James W. Thornthon dan John R. Wright, dalam bukunya “Secondary School Curriculum”, mengklasifikasikan berbagai kekuatan sosial yang mempengaruhi kurikulum, diantaranya:
1. Kekuatan sosial yang resmi, terdiri atas 1) Pemerintah suatu Negara, melalui UUD, dasar Negara, falsafah dan ideologi Negara, 2) Pemerintah daerah, melalui berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, 3) Pewakilan Departemen Pendidikan setempat.
2. Kekuatan sosial setempat, yang terdiri atas: Yayasan pendidikan, Perguruan Tinggi, persatuan orang tua murid dan Guru, penerbit buku-buku pelajaran, media masa (televisi, radio, Koran), dan adat kebiasaan masyarakat setempat.
3. Organisasi professional, seperti persatuan guru, persautan dokter, dan ahli hukum.
Tentu saja masih banyak kekuatan sosial lainnya yang ikut mempengaruhi pengembangan dan pembinaan kurikulum. Setiap kekuatan sosial tersebut berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pengaruh secara maksimal.
F. Perubahan Sosio-Kultural
Peradaban dengan masyarakat itu selalu bersifat konsisten. Peradaban merupakan jelmaan tingkah laku masyarakat, jadi peradaban menunjukkan karakteristik masyarakat. Demikian pula sebaliknya, peradaban menentukan pola kehidupan, struktur, fungsi, dan irama gerak masyarakat. Dapat dikatakan peradaban itu berkembang secara kontinu. Arnold Toynbe mengatakan bahwa “Kebudayaan sebagai suatu keseluruhan mengalami proses lahir, berkembang, tumbang dan akhirnya hancur”. Dalam tahap lahir dan berkembangnya, kebudayaan memiliki cukup akal dan kekuatan untuk menanggulangi berbagai tantangan alam dan kemasyarakatan yang dijumpainya. Sebaliknya kebudayaan berada dalam tahap tumbang dan kehancuran jika tidak lagi mempunyai cukup akal dan kekuatan untuk mengatasi berbagai kesukaran yang dihadapkan kepadanya.
Perubahan yang kedua adalah perubahan dalam masyarakat. Masyarakat merupakan suatu proses yang senantiasa berada dalam perubahan. Tidak pernah ada masyarakat yang seratus persen statis, meskipun itu masyarakat primitif. Perbedaannya hanya terletak pada cepat atau lambatnya perubahan berlangsung, bergantung pula pada perbedaan waktu saat perubahan itu terjadi. Pada hakikatnya, yang dimaksud dengan perubahan sosial merupakan kesinambungan yang terjadi pada hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang telah ada. Perubahan kesinambungan ini terjadi baik secara menyeluruh maupun pada unsur atau bagian masyarakat tersebut.
Dari adanya dua hal perubahan di atas maka dirasa perlu bagi kurikulum untuk selalu mengimbanginya. Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang ideal dan aktual, karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah satu dimensi dari kebudayaan.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan di Indonesia
Sejarah Pendidikan di Indonesia Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:3). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai masalah peperangan.
Kesulitan keuangan dari Belanda akibat Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan banyak korban. Belanda membuat siasat agar pengeluaran untuk peperangan dapat ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk memperoleh keuntungan yang maksimal yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang praktis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu menjadi bagian yang dirugikan karena digunakan sebagai tenaga kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah kas negara penguasa.
Kehidupan petani yang selalu ditekan bukan masalah yang baru. Petani menduduki posisi sosial yang selalu dimanfaatkan, lahan pertanian merupakan tempat untuk menggantungkan pendapatan dan hidup petani, terutama petani gurem. Petani menjadi sapi perahan yang harus membayar pungutan resmi untuk membantu jalannya pemerintahan dan penyuplai kebutuhan pejabat daerah (Mubyarto, 1987:24). Praktek tanam paksa sekitar tahun 1830-1870 (di Yogyakarta, Solo, dan Priangan sampai 1918) merupakan kesengsaraan yang tiada taranya dan memiliki kesan yang paling hitam bagi petani dari masa penjajahan Belanda. Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan agar bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut harus dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-anak kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak dari kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.
Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi di dalam maupun di luar Indonesia, seperti kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara modern yang mampu menaklukkan Rusia, dan perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang dicanagkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja, salah satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan rakyat.
Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 dan terhambat karena krisis dunia, tidak terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan lembaga pendidikan. Lalu, lembaga pendidikan dibuat dengan biaya yang lebih murah. Kebijakan yang dibuat termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri dari tenaga guru untuk sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dianggap layak menjadi guru. Masalah lain yang paling mendasar adalah penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu merupakan beban yang berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibuat untuk alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yang empuk diberi pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.
Pendidikan dibuat oleh Belanda memiliki ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan tidak begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat. Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru dan orang tua tidak mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis. Pendidikan dengan ciri-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.
Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.
Sekolah desa dibuat dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yang memiliki kurikulum bersifat umum. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara tersebut dianggap efektif, sehingga pemerintah tidak usah membangun sekolah dan mengeluarkan biaya (Nasution, 1987:80). Guru sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia untuk mengajar di lingkungan desa.
Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan berbagai masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda. Belanda digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa ide kebangkitan Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang memiliki landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat. Kebangkitan Asia menjadi slogan omong kosong pada kenyataannya. Mubyarto (1987:36) menjelaskan pertanian Indonesia diusahakan dapat mendukung usaha peperangan. Bibit baru dari Taiwan memang berumur lebih pendek dengan hasil per hektar lebih tinggi dipaksakan untuk ditanam dengan sistem larikan (dalam garis lurus) dan dengan menggunakan pupuk hijau dan kompos. Petani menjadi membenci sistem baru tersebut. jaman Jepang sebagai jaman penyiksaan yang kejam. Jadi, petani dibuat sebagai sumber pendapatan yang terus dipaksa untuk manambah hasil panen. Penduduk sebagai alat komoditas yang terus diperas.
Sejarah Belanda sampai Jepang dipahami sebagai alur penjelasan kalau pendidikan digunakan sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibuat dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan dikembangkan untuk membangun negara Indonesia setelah merdeka.
Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat mendasar yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan kepada kementrian pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan supaya cepat untuk menyediakan dan mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak mudah dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan sumber daya, kendala gedung sekolah dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan usaha menambah guru melalui kursus selama dua tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti(Mestoko dkk, 1985:161). Program tersebut menunjukkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta huruf pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud adalah buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, kegiatan pemberantasan buta huruf di pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah untuk menanggulangi angka buta aksara di Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan kurang lebih tidak berdampak pada rumah tangga kurang mampu.
Kemerdekaan Indonesia tidak membuat nasib orang tidak mampu terutama dari sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus gampang muncul kembali, contoh yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa seperti cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yang diadakan pada tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong karena merupakan usaha gotong royong antara pemerintah dan swasta (asing dan nasional) untuk meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) 5 dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit dari Taiwan. Jadi, rakyat dipaksakan mengikuti kemauan dari pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai cara untuk menghasilkan panen yang lebih maksimal. Muller (1979:73) menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan, paling-paling hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir tidak bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas hidup dalam kemewahan.
Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan sulit dicapai oleh orang-orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Setelah jaman kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang mampu terus menjadi sumber pemaksaan secara halus untuk pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai alat penguasa untuk mengembangkan program yang dianggap dapat mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.









B. Kurikulum Indonesia dari Zaman ke Zaman
Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Jika kita bicara dengan arah pembangunan masyarakat, maka disini sudah melibatkan sisi politis pendidikan. Karena kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan politis tertentu, maka sangat wajar jika ada istilah ganti menteri ganti kurikulum, ganti rezim ganti kurikulum, bahkan Bush Jr. mengucurkan dana miliyaran dollar untuk membujuk pesantrren-pesantren di Indonesia agar tidak berpresepsi buruk terhadap orang Kafir dan mengkerdilkan Jihad, lewat perubahan kurikulum pesantren atau yang disebut moderenisasi kurikulum pesantren. Melalui paparan berikut ini, kita akan membuktikan bahwa pengembangan kurikulum sebagai alat pendidikan sangat dipengaruhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan rezim yang berkuasa.
1. PENDIDIKAN SEBELUM MASA KOLONIALISME
Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya belajar teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu seperti Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu, punjangga, karya sastra, dan seni yang hebat.
Padepokan adalah model pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga kesaktian. Murid di Padepokan bisa keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas dengan pengajaran guru.
Ada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid, dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan formal tertua di Indonesia. Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup banyak tersebar di Jawa, Aceh, dan sumatera selatan. Sampai saat ini pondok pesantran masih eksis, menurut data DEPAG pada tahun 2005-2006 jumlah pesantren yang asa di 33 propinsi di Indonesia adalah 16.015 buah, dengan jumlah santri sebanyak 3.190.394 orang, dengan proposi laki-laki 53,2% dan perempuan 46,8%. Bagaimana perkembangan pendidikan islam dari sebelum merdeka hingga kini, bisa dibaca dihalaman madrasah pada blog ini.
2. PENDIDIKAN MASA KOLONIALISME
Pada masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur. Belanda pada awal kedatangannya pun melakukan hal yang sama dengan Portugis. Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen dengan bendera Nederlands Zendelingen Gennootschap (NZG). Pasca politik etis, Belanda mengucurkan dana pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk melestrarikan penjajahan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi.
Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):
a. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun.
b. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo.
c. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Pemerintah kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universitas tetapi akhirnya mereka mendirikan universitas untuk kebutuhan mereka sendiri seperti Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH). Kebanyakan dosen TH adalah orang Belanda. Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi agak sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah tinggi itu. Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan yang bukan orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde oosterling alias keturunan Tionghoa. Bila demikian, lantas berapa orang yang lulus bersama almarhum Ir Soekarno (presiden pertama RI) dan Ir Putuhena? Di zaman pendudukan Jepang, pernah dicari 100 orang insinyur yang dibutuhkan. Padahal saat itu belum ada 90 orang insinyur lulusan TH Bandung.
Agar tidak banyak bangsa Indonesia yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, maka biaya kuliah pun dibuat sangat besar. Menurut Soenarta (2005) biaya kuliah untuk satu tahun di salah satu sekolah tinggi itu besarnya fl (gulden) 300. Saat itu, harga satu kilogram (kg) beras sama dengan 0,025 gulden. Maka, besar uang kuliah sama dengan 12.000 kg beras. Bila ukuran dan perbandingan itu diterapkan sebagai biaya kuliah di universitas sekarang, sedangkan harga beras sekarang rata-rata Rp 3.000 per kg, maka untuk kuliah di universitas biayanya sebesar Rp 36 juta per mahasiswa per tahun. Biaya di MULO, setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama, adalah sebesar 5,60 gulden per siswa per bulan, setara dengan 224 kg beras. Bila dihitung dengan harga beras sekarang, akan menjadi Rp 672.000 per siswa per bulan. Akibatnya banyak anak Indonesia yang lebih memilih masuk Ambachtschool atau Technische School, karena biayanya agak murah sedikit. Berbekal keterampilan yang diperoleh di Ambachtschool atau Technische School, siswa bisa langsung bekerja setelah lulus.
Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Anak-anak Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan potensi bangsanya.
Ketiga, sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara. K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem pendidikan barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam. Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem pengajaran dan pendidikan nasional.
Pada masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah diganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dan Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Hampir semua pendidikan tinggi yang ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.
Pada masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun punla pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka.
3. PENDIDIKAN SETELAH INDONESIA MERDEKA DARI BELANDA CS (SEKUTU)
Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi (2004 dan 2006).


A. KURIKULUM SEDERHANA (1947-1964)
1) Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.
Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.
Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana 9pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
2) Kurikulum 1964
Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.
Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). Struktur program berdasarkan kurikulum ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No Mata Pelajaran Kelas
1 2 3 4 5 6
I Pengembangan Moral
1. Pendidikan kemasyarakatan 1 2 3 3 3 3
2. Pendidikan agama/budi pekerti 1 2 2 2 2 2
II Perkembangan kecerdasan
3. Bahasa Daerah 9 8 5 3 3 3
4. Bahasa Indonesia - - 6 5 8 8
5. Berhitung 6 6 6 6 6 6
6. Pengetahuan alamiah 1 1 2 2 2 2
III Pengembangan emosional/artistik
7. Pendidikan kesenian 2 2 4 4 4 4
IV Pengembangan keprigelan
8. Pendidikan keprigelan 2 2 4 4 4 4
V Pengembangan jasmani
9. Pendidikan jasmani/Kesehatan 3 3 4 4 4 4
Jumlah 25 26 36 36 36 36
3) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus, pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya dulu”. Struktur kurikulum 1968 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Mata Pelajaran Kelas
1 2 3 4 5 6
I Pembinaan Jiwa Pancasila
1. Pendidikan agama 2 2 3 4 4 4
2. Pendidikan kewarganegaraan 2 2 4 4 4 4
3. Bahasa Indonesia - - 6 6 6 6
4. Bahasa Daerah 8 8 2 2 2 2
5. Pendidikan olahraga 2 2 3 3 3 3
II Pengembangan pengetahuan dasar
6. Berhitung 7 7 7 6 6 6
7. IPA 2 2 4 4 4 4
8. Pendidikan kesenian 2 2 2 2 2 2
9. Pendidikan kesejahteraan keluarga 1 1 2 2 2 2
III Pembinaan kecakapan khusus
10. Pendidikan kejuruan 2 2 5 5 5 5
Jumlah 28 28 40 40 40 40
4) Kurikulum 1975
Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujun, dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi. Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.
Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi. Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahsasb memiliki unsur-unsur: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu era 1970-an. Selain memperkuat matematika, pelajaran teoritis IPA juga dipertajam. Jam pelajaran yang tadinya 41 jam per minggu, menjadi 43 jam. Pelajaran IPA menjadi gabungan dari Ilmu Hayat dan Ilmu Alam. Sisi positif kurikulum ini adalah, “ilmu-ilmu dasar yang diserap siswa SD pada masa itu menjadi semakin berkembang”. Akan tetapi dampak dari kurikulum 1975 adalah banyak guru menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat TIU, TIK, dan lain-lain; sedangkan substansi materi uang akan diajarkan kurang didalami.
Struktur program pada kurikulum 1975 di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
No Mata Pelajaran Kelas
1 2 3 4 5 6
1. Pendidikan agama 2 2 2 2 2 2
2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 3 4 4 4
3. B. Indonesia 8 8 8 8 8 8
4. IPS - - 2 2 2 2
5. Matematika 6 6 6 6 6 6
6. IPA 2 2 3 4 4 4
7. Olah raga dan kesehatan 2 2 3 3 3 3
8. Kesenian 2 2 3 4 4 4
9. Keterampilan khusus 2 2 4 4 4 4
JUMLAH 26 26 33 36 36 36

• KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES
5) Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan Sikortsky, yang menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi itu dapat teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Tetapi antara potensi dan aktualisasi terdapat daerah abu-abu (grey area), guru berkewajiban menjadikan daerah abu-abu ini dapat teraktualisasi. Caranya dengan belajar kelompok.
Dari sisi konten tidak banyak perubahan pada kurikulum ini, kecuali ditambahkannya pembelajaran PSPB. Struktur kurikulum pada tingkat sekolah dasar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Mata Pelajaran Kelas
1 2 3 4 5 6
1. Pendidikan agama 2 2 2 2 3 3
2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2
3. PSPB 1 1 1 1 1 1
4. B. Indonesia 8 8 8 8 8 8
5. IPS - - 2 3 2 2
6. Matematika 6 6 6 6 6 6
7. IPA 2 2 3 4 4 4
8. Olah raga dan kesehatan 2 2 3 3 3 3
9. Kesenian 2 2 3 4 4 4
10. Keterampilan khusus 2 2 4 4 4 4
11. B. Daerah 2 2 2 2 2
JUMLAH 26 26 33 36 36 36
6) Kurikulum 1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum 1994. Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Berdasarkan struktur kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses. Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya. Pada kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional dan lokal.



Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun perubahan tidak total. Struktur kurikulum 1994 adalah sebagai berikut:
No Mata Pelajaran Kelas
1 2 3 4 5 6
1. Pendidikan agama 2 2 2 2 2 2
2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2
3. B. Indonesia 10 10 10 8 8 8
4. IPS - - 3 5 5 5
5. Matematika 10 10 10 8 8 8
6. IPA 3 6 6 6
7. Olah raga dan kesehatan 3 5 5 5
8. Kerajinan tangan dan kesenian 2 2 2 2 2 2
9. Muatan lokal 2 2 2 2 2 2
JUMLAH 30 30 38 40 42 42


Daftar Pustaka
1. Hamalik, Omar, Prof. Dr. H., Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Rosda Karya, 2008
2. ________________, Model-Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PPS UPI, 2007
3. Ibrahim R., Pelaksanaan Hasil-Hasil Inovasi Dalam Bidang Pendidikan, Makalah Seminar, Surabaya, 2009
4. Sidi, Indra Jati, Menuju Masyarakat Belajar, Jakarta: Paramadinata, 2001
5. Sukmadinata, Nana S., Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000
a. http://phadli23.multiply.com/journal/item/283).
6. http://yherlanti.wordpress.com/2010/08/12/kurikulum-indonesia-dari-zaman-ke-zaman/
Selengkapnya...